FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL DAN HAKIKAT MORAL SERTA CIRI-CIRI PERKEMBANGAN MORAL ANAK SD
![]() |
OLEH:
KELOMPOK 5
KADEK AGUS WIRADANA 1611031055/IA
IKOMANG WIDIANA 1611031038/IA
SITI MIFTAHUL JANNAH 1611031029/IA
JURUSAN PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa
manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa
langkah dan jenjang. Manusia tumbuh dan berkembang di
dalam lingkungan, terutama lingkungan sosial. Lingkungan sosial memberikan
banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama
kehidupan sosio-psikologis. Manusia sebagai makhluk sosial, sudah senantiasa
berhubungan dengan sesama manusia. Interaksi seseorang dengan manusia lainnya
diawali sejak saat bayi lahir, dengan cara yang amat sederhana. Sepanjang
kehidupannya pola aktivitas sosial anak mulai terbentuk. Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala aspek kehidupan yang
mereka jalani baik bersifat fisik maupun non fisik. Perkembanmgan berarti
serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses
kematangan dan pengalaman.
Kesepakatan para ahli menyatakan bahwa :yang dimaksud dengan perkembangan
itu adalah suatu proses perubahan pada seseorang kearah yang lebih maju dan
lebih dewasa, namun mereka berbeda-beda pendapat tentang bagaimana proses
perubahan itu terjadi dalam bentuknya yang hakiki. (Ani Cahyadi,Mubin, 2006 :
21-22).
Setiap individu mengalami perkembangan pada semua aspek
dalam dirinya secara terus menurus dan tidak pernah berhenti. Untuk memahami
perkembangan anak, salah satunya perlu ditinjau dari perkembangan moral anak
tersebut. Moral merupakan adat-istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan.
Individu dalam kehidupannya pasti mengalami perkembangan moral. Anak dalam
hidupnya akan bertemu dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Norma-norma inilah yang biasanya dikaitkan dengan moral, jadi moral adalah penilaian
tentang perilaku seseorang dalam kehidupan baik buruknya sikap seseorang dan
penilaian berdasarkan pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa saja Faktor-faktor yang
Memengaruhi Perkembangan Sosial?
1.2.2
Apa Hakekat Moral dan Ciri-ciri
Moral Perkembangan Anak ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk
Menetahui Faktor-faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Sosial.
1.3.2
Untuk
Mengetahui Hakekat Moral dan Ciri-ciri Moral Perkembangan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor-faktor yang
Memengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial adalah sebuah
proses interaksi yang dibangun oleh seseorang dengan orang lain. Perkembangan
sosial ini berupa jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang
tua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas. Perkembangan sosial merupakan proses belajar mengenal normal dan
peraturan dalam sebuah komunitas. Manusia akan selalu hidup dalam kelompok,
sehingga perkembangan sosial adalah mutlak bagi setiap orang untuk di pelajari,
beradaptasi dan menyesuaikan diri.
Perkembangan
sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu keluarga, tingkat
kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan
kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
a. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang
memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk
perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan
lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku
norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga
merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan
kepribadian akan lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan
berbagai norma dalam menenmpatkan diri terhadap lingkungan yang lebih baik luas
ditetapkan oleh keluarga.
b. Kematangan Anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan
berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan
fungsinya dengan baik.
c. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi
atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat
akan memandang anak, bukan sebagai anaka yang independen, akan tetapi akan
dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu “ia anak siapa”.
Secara tidak langsung dalm pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya
akan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri,
perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan
oleh keluarganya. Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak akan
senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu,
maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan
dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih
jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain dari mereka
akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang
terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif,
akan memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan
mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan
bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan
kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan
kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada
norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa
(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan dan pendidikan moral
diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
e. Kapasitas Mental: Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi, seperti telah
diuraikan di bab pertama, berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak.
Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara
baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahsa baik,
dan pengendalian emosisional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan
dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal
utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja
yang berkemampuan intelektual tinggi. Pada kasus tertentu, seorang jenius atau
superior sukar untuk bergaul dengan kelompok sebaya, karena pemahaman mereka
telah setingkat dengan kelompok umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok
umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat “menganggap” dan “memperlakukan” mereka
sebagai anak-anak.
2.2 Hakikat Moral dan Ciri-ciri
Moral Perkembangan Anak SD
Istilah moral berasal dari kata
Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau
kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang
tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral merupakan kaidah norma dan
pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan kelompok
sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik dan buruk yang ditentukan bagi individu
sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan
seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan
seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh
keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan. Perubahan pokok dalam moralitas
selama masa remaja terdiri dari mengganti konsep-konsep moral khusus dengan
konsep-konsep moral tentang benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode
moral berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individual, dan mengendalikan
perilaku melalui perkembangan hati nurani.
Perilaku moral dikendalikan oleh konsep moral, yakni aturan-aturan dalam
bertingkah laku, dimana anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan pola perilaku yang diharapkan oleh
masyarakatnya, sedangkan perilaku immoral adalah perilaku yang gagal menyesuaikan pada harapan
sosial. Perilaku tersebut tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial. Perilaku unmoral adalah perilaku yang tidak menghiraukan harapan dari kelompok sosialnya. Perilaku ini cenderung
terlihat pada kanak-kanak. Ketika masih kanak-kanak, anak tidak diharapkan
untuk mengenal seluruh tata krama dari uatu kelompok. Begitu anak memasuki usia
remaja dan menjadi anggota suatu kelompok, anak dituntut untuk bertingkah laku
sesuai dengan kebiasaan kelompoknya. Tingkah laku yang sesuai dengan aturan tidak hanya sesuai dengan
dasar-dasar yang ditetapkan secara sosial tetapi juga perlu diikuti secara suka rela. Hal ini terjadi padan terjadi pada otoritas eksternal maupun internal. Dalam
perkembangan moral kelak anak-anak harus belajar mana yang benar dan
mana yang salah. Kemudian, begitu anak bertambah besar ia harus tahu alasan
mengapa mengapa sesuatu dianggap benar sementara yang lain tidak. Dengan demikian, anak perlu dilibatkan dalam aktivitas kelompok,
tetapi yang terpenting tetap perlu mengembangkan harapan melakukan mana
yang baik dan mana yang buruk.
Menurut Piaget, antara usia lima dan dua belas tahun konsep anak mengenai keadilan sudah
berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar
dan salah, yang dipelajari dari orang tua,
menjadi berubah dan anakmulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus
di sekitar pelanggaranmoral. Jadi, menurut piaget relativitasme moral
menggantikan moral yang kaku. Misalnya bagi anak lima tahun, berbohong selalu
buruk, sedangkan anak yang lebih sadar bahwa dalam bebarapa situasi, berbohong dibenarkan.
Dan oleh karena itu,
berbohong tidak selalu buruk. Kohlberg memperluas teori Piaget dan menamakan tingkat
kedua dari perkembangan moral moral akhir masa kanak-kanak sebagai tingkat moralitas
konvensional atau moralitas dari
aturan-aturan dan penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari tingkat ini oleh Kohlberg disebutkan moralitas anak baik, anak mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk
mempertahankan hubungan-hubungan yang baik. Dalam tahap kedua, kohlberg mengatakan
bahwa kalau kelompok sosial menerima peraturan-peraturan yang sesuai bagisemua
anggota kelompok, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari
penolakan kelompok dan celaan. Jean Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap
anak memiliki karakter sendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori
perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang
disebut schemata yaitu sistem
konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam
lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses
asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yangsudah ada dalam pikiran)
dan proses akomodasi (proses memanfaatkankonsep-konsep dalam pikiran
untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat
pengetahuan lamadan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat
membangun melaui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan
hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangatdipengaruhi oleh aspek-aspek
dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena
memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan
lingkungannya. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia sekolah
dasar tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
1.
Mulai memandang dunia secara objektif,
bergeser dari satu aspeksituasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang
unsur-unsur secara serentak.
2.
Mulai berpikir secara
operasional
3.
Mempergunakan
cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda.
4.
Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan
mempergunakan hubungan sebab akibat.
5.
Memahami konsep
substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar
anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1.
Konkrit
. Konkrit mengandung makna
proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat,
didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan
lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan
menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab
siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya yaitu keadaan
yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan
kebenarannyalebih dapat dipertanggungjawabkan.
2.
Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatuyang dipelajari sebagai
suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin
ilmu, hal ini melukiskan cara berpikiranak yang deduktif yakni dari
hal umum ke bagian demi bagian.
3.
Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak
belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman
materi.
Ciri-ciri
Moral Perkembangan Anak SD
Ciri-ciri Anak Masa Kelas Rendah:
a) Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
b) Suka memuji diri sendiri
c) Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, tugas atau
pekerjaan itu dianggapnya tidak
penting.
d) Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan
dirinya.
e) Suka meremehkan orang lain.
Ciri-ciri Khas Anak Masa Kelas Tinggi:
a) Perhatiannyatertujukepadakehidupanpraktissehari-hari
b) Ingintahu, inginbelajardanrealistis
c) Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus
d) Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya
di sekolah
e) Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain
bersama, mereka membuat peraturan
sendiri dalam kelompoknya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Perkembangan
Sosial adalah sebuah proses interaksi
yang dibangun oleh seseorang dengan orang lain. Perkembangan sosial ini berupa
jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang tua, saudara, teman
bermain, hingga masyarakat secara luas. Perkembangan sosial merupakan proses belajar mengenal normal dan
peraturan dalam sebuah komunitas.
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu keluarga, tingkat kematangan anak, status sosial ekonomi
keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan
inteligensi. Istilah
moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam
kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide
yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Menurut Piaget, antara usia lima dan dua belas tahun konsep anak mengenai keadilan sudah
berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah, yang
dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan
keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral.
3.2
Saran
Saat ini banyak bahaya dalam proses menuju
perkembangan sosial yang umumnya dapat dikendalikan jika diketahui pada saat
yang tepat dan jika dilakukan langkah perbaikan untuk menguranginya sebelum
menjadi kebiasaan dan menimbulkan reputasi yang kurang baik. Karena itu sebaiknya
orang tua benar-benar memperhatikan perkembangan anak sampai ia mampu untuk
membedakan dan memilih mana yang baik dan buruk untuk dirinya (dewasa). Tetapi
tidak dengan bersikap otoriter terhadap anak, supaya anak merasa lebih nyaman
dan tidak takut untuk menceritakan konflik-konflik yang terjadi selama masa
perkembangannya.










Tidak ada komentar:
Posting Komentar