-moz-border-radius: 0.5em 0.5em 0.5em 0.5em; border-radius: 0.5em 0.5em 0.5em 0.5em; border-top: 2px solid #FF6699; border-bottom: 2px dotted #FF6699; border-right: 10px solid #FF6699; border-left: 10px solid #FF6699; background: $(main.background); November 2018 ~ Siti Miftahul Jannah Sitii Miftahul Jannah

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 28 November 2018

TUGAS MAKALAH “Sastra Anak Puisi”


TUGAS MATA KULIAH
KETERAMPILAN BERBAHASA DAN SASTRA INDONESIA

 “Sastra Anak Puisi”


OLEH:
1.      Kadek Dwi Intan Agustini               (1611031009/ 03)
2.      Siti Miftahul Jannah                         (1611031029/ 13)

Kelompok XI
Kelas A/ Semester V



JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2018






PRAKATA

            Om Swastyastu,
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
            Dalam penyelesaian makalah ini kami mendapat banyak bantuan baik bantuan moral maupun bantuan secara material dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami sampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
            Makalah yang kami buat ini merupakan sebuah tugas mata kuliah Keterampilan Berbahasa dan Sastra Indonesia. Bagi kami makalah ini merupakan makalah yang sangat sederhana, maka dari itu kami sadari bahwa makalah ini sudah barang tentu jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan dalam penyusunan maupun isinya. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik, serta masukan dan konstruktif yang bersifat positif demi kesempurnaan makalah ini.
            Om Santih, Santih, Santih Om.


                                                                                    Singaraja, 28 September 2018


                       
      Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sastra Anak................................................................................. 3
2.2 Manfaat Sastra Anak ................................................................................... 3
2.3 Variasi tema dalam sastra anak-anak............................................................ 4
2.4 Minat dan faktor penentu repons anak-anak terhada bacaan sastra............. 5
2.5 Karakteristik puisi anak dan jenisnya........................................................... 8
2.6 Perbedaan bacaan sastra anak usia kelas rendah dan kelas tinggi................ 17
BAB III. PENUTUP
3.1 Simpulan....................................................................................................... 20
3.2 Saran............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA




 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Pengajaran sastra di sekolah dasar (SD) diarahkan terutama pada proses pemberian pengalaman bersastra. Siswa diajak untuk mengenal bentuk dan isi sebuah karya sastra melalui kegiatan mengenal dan mengakrabi cipta sastra sehingga tumbuh pemahaman dan sikap menghargai cipta sastra sebagai suatu karya yang indah dan bermakna.
Karya sastra anak yang merupakan jenis bacaan cerita anak-anak merupakan bentuk karya sastra yang ditulis untuk konsumsi anak-anak. Sebagaimana karya sastra pada umumnya, bacaan sastra anak-anak merupakan hasil kreasi imajinatif yang mampu menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman keindahan tertentu.
Anak usia SD pada jenjang kelas menengah dan akhir sebagai pembaca sastra telah mampu menghubungkan dunia pengalamannya dengan dunia rekaan yang tergambarkan dalam cerita. Hubungan interaktif antara pengalaman dengan pengetahuan kebahasaan merupakan kunci awal dalam memahami dan menikmati bacaan cerita anak-anak. Bacaan tersebut ditinjau dari cara penulisan, bahasa, dan isinya juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan readiness anak.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat menyusun rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apa itu sastra anak-anak?
2.      Bagaimanakah manfaat sastra anak-anak?
3.      Apa sajakah variasi tema dalam sastra anak-anak?
4.      Bagaimanakah minat dan faktor penentu repons anak-anak terhada bacaan sastra?
5.      Bagaimanakah karakteristik puisi anak dan jenisnya?
6.      Apa saja perbedaan bacaan sastra anak usia kelas rendah dan kelas tinggi?
1.3     Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui pengertian sastra anak
2.      Untuk mengetahui manfaat sastra anak
3.      Untuk mengetahui variasi tema dalam sastra anak-anak
4.      Untuk mengetahui minat dan faktor penentu repons anak-anak terhada bacaan sastra
5.      Untuk mengetahui karakteristik puisi anak dan jenisnya
6.      Untuk mengetahui perbedaan bacaan sastra anak usia kelas rendah dan kelas tinggi

1.4     Manfaat Penulisan
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keterampilab Berbahasa dan Sastra Indonesia dan juga untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai hal-hal yang berkaitan dengan apresiasi sastra anak-anak yaitu puisi.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sastra Anak-Anak
Secara konseptual, sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan sastra orang dewasa (adult literacy). Keduanya sama berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan. Yang membedakannya hanyalah dalam hal fokus pemberian gambaran kehidupan yang bermakna bagi anak yang diurai dalam karya tersebut. Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika  tertentu yang bisa dibuat oleh orang dewasa ataupun anak-anak. Apakah sastra anak merupakan sastra yang ditulis oleh orang dewasa  yang  ditujukan  untuk anak-anak atau sastra yang ditulis anak-anak untuk kalangan mereka sendiri tidaklah perlu dipersoalkan. Huck (1987) mengemukakan bahwa siapapun yang menulis sastra anak-anak tidak perlu dipermasalahkan asalkan dalam penggambarannya ditekankan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi mereka. Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-anak (Resmini, 2013:2). Namun demikian, dalam kenyataannya, nilai kebermaknaan bagi anak-anak itu terkadang dilihat dan diukur dari perspektif orang dewasa.

2.2 Manfaat Sastra Anak-Anak
Sebagai sebuah karya, sastra anak-anak menjanjikan sesuatu bagi pembacanya yaitu nilai yang terkandung di dalamnya yang dikemas secara intrinsik maupun ekstrinsik. Oleh karena itu, kedudukan sastra anak menjadi penting bagi perkembangan anak.  Sebuah karya  dengan penggunaan  bahasa yang efektif akan membuahkan pengalaman estetik bagi anak. Penggunaan bahasa yang imajinatif dapat menghasilkan responsi-responsi intelektual dan emosional dimana anak akan merasakan dan menghayati peran tokoh dan konflik yang ditimbulkannya, juga membantu mereka menghayati keindahan, keajaiban, kelucuan, kesedihan dan ketidakadilan. Anak-anak akan merasakan bagaimana memikul penderitaan dan mengambil resiko, juga akan ditantang untuk memimpikan berbagai mimpi serta merenungkan dan mengemukakan berbagai masalah mengenai dirinya sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya (Huck, 1987).
Pengalaman bersastra di atas akan diperoleh anak dari manfaat yang dikandung sebuah karya sastra lewat unsur intrinsik di dalamnya yakni; (1) memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan bagi anak-anak, (2) mengembangkan imajinasi anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, kehidupan, pengalaman atau gagasan dengan berbagai cara, (3) memberikan pengalaman baru yang seolah dirasakan dan dialaminya sendiri, (4) mengembangkan wawasan kehidupan anak menjadi perilaku kemanusiaan, (5) menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap pengalaman universal dan (6) meneruskan warisan sastra.
Selain nilai instrinsik di atas, sastra anak juga bernilai ekstrinsik yang bermanfaat untuk perkembangan anak terutama dalam hal (1) perkembangan bahasa, (2) perkembangan kognitif, (3) perkembangan kepribadian, dan (4) perkembangan sosial. Sastra yang terwujud untuk anak-anak selain ditujukan untuk mengembangkan imajinasi, fantasi dan daya kognisi yang akan mengarahkan anak pada pemunculan daya kreativitas juga bertujuan mengarahkan anak pada pemahaman yang baik tentang alam dan lingkungan serta pengenalan pada perasaan dan pikiran tentang diri sendiri maupun orang lain.

2.3 Variasi Tema Dalam Sastra Anak-Anak
Sastra anak-anak yang menunjukkan kepada anak sebagian kecil dunianya merupakan satu alat bagi anak untuk memahami dunia kecil yang belum diketahuinya. Sastra anak dapat dijadikan sebagi alat untuk memperoleh gambaran dan kekuatan dalam memandang dan merasakan serta menghadapi realitas kehidupan; dalam menghadapi dirinya dan semua yang ada di luar dirinya. Dunia anak-anak yang berkisar antara masa kanak-kanak yang tumbuh menuju ke masa remaja, diantara keluarga dan teman sebaya yang penuh dengan pengalaman pribadi membawa warna baru dalam dunia sastra anak-anak khususnya pada cerita realistik.
Cerita realistik sebagai salah satu jenis sastra anak-anak merupakan cerita yang sarat dengan isi yang mengarahkan pada proses pemahaman dan pengenalan di atas. Isi yang dimaksud tergambar dalam inti pokok tema-tema cerita yang diungkap. Tema-tema tersebut dapat dibagi dalam beberapa jenis; tema keluarga, hidup dengan orang lain (berteman dan penerimaan oleh teman bermain), tumbuh dewasa, mengatasi masalah-masalah manusiawi dan hidup dalam masyarakat majemuk yang memuat perbedaan individu dan kelompok.
Masalah keluarga merupakan tema yang sangat dekat dengan kehidupan anak. Dalam keluarga, pribadi anak dilatih, mereka tumbuh seiring dengan pemahamannya akan cinta dan benci, takut dan berani, serta suka dan sedih. Cerita yang memusatkan pada hubungan keluarga yang hangat, terbuka, dan tanpa rasa marah akan membantu anak memahami dirinya.Banyak anak yang khawatir dengan “penerimaan” (acceptance) ini. Tetapi melalui kegiatan membaca atau menyimak cerita dengan tema di atas mereka akan menjadi lebih baik.

2.4  Minat Dan Faktor Penentu Respon Anak Terhadap Bacaan Sastra
Seorang anak mempunyai respon atau tanggapan yang berbeda-beda terhadap sastra. Dalam menanggapi sebuah bacaan sastra yang didengar atau dibacanya, masing-masing anak mempunyai cara tersendiri dalam mengungkapkan kesenangan, pikiran, dan perasaannya. Setiap tanggapan terhadap sastra memang bersifat personal dan khas untuk masing-masing anak, namun demikian setiap tanggapan itu dapat merefleksikan umur dan pengalamannya.
Anak umur 5 tahun seringkali melibatkan diri secara total dalam sebuah sastra. Anak umur 7 – 8 tahun dapat menunjukkan kemampuannya untuk berbagi temuan terhadap cerita yang didengar/dibacanya. Anak umur 9 –10 tahun sudah memiliki kesenangan tertentu terhadap cerita, misalnya dalam memilih  tokoh yang disenangi ataupun tidak disenangi ataupun dalam memilih buku yang akan dibacanya. Sedangkan anak umur 11 – 12 tahun sudah berhasil menggeneralisasi tema yang diambil dari sebuah cerita dan dapat mendiskusikan tujuan pengarang. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang lebih dewasa dapat menangkap ide-ide cerita yang abstrak.Uraian tentang tanggapan anak-anak terhadap sastra di atas dapat memberi petunjuk kepada guru dan pustakawan dalam memilih dan menyediakan buku-buku bacaan bagi anak.
Istilah “tanggapan” terhadap karya sastra memiliki makna yang beragam. “Tanggapan” dapat mengacu pada apa yang terjadi di akal budi pembaca atau pendengar ketika kisahan/cerita itu tidak bisa ditangkap. “Tanggapan” dapat pula mengacu pada sesuatu yang dikatakan atau dilakukan sesuai dengan pikiran dan perasaan tentang sastra. Guru atau pustakawan yang memprediksi bahwa sebuah buku akan membawa tanggapan yang bagus, menggunakan istilah “tanggapan” yang sedikit berbeda dengan penjelasan di atas. Menurut guru dan pustakawan, tanggapan menekankan pada tingkat interes atau minat anak dan ekspresi kesukaan-kesukaannya.
Kebanyakan penelitian tentang anak dan sastra difokuskan pada bidang tanggapan ketiga di atas, yakni untuk menemukan bahan membaca apa yang disukai dan yang tidak disukai anak. Minat dan kesukaan anak masih merupakan perhatian utama guru, pustakawan, orang tua, penerbit, dan toko buku. Setiap orang yang memilih buku-buku anak dapat melakukan dengan baik dengan mengetahui buku-buku mana yang mungkin cepat menarik perhatian anak-anak dan yang mana yang cepat diperkenalkan atau meningkatkan minat baca mereka.
Lingkungan dan pengaruh sosial juga mempengaruhi pilihan buku anak dan minat bacanya. Minat tidak tampak bervariasi karena pengaruh lokasi geografis yang sangat kuat, tetapi pengaruh lingkungan langsung yakni tersedianya dan kelancarannya bahan-bahan bacaan di rumah, di kelas, pustaka sekolah, dan pustaka umum sangat kuat mempengaruhi variasi minat anak. Anak- anak yang di kelasnya sering membicarakan buku, bermain dengan buku, memiliki interes yang lebih banyak daripada yang kurang/tidak pernah membicarakan buku. Perlu dicatat di sini bahwa pengaruh ini menyangkut kontak dengan buku dan seberapa banyak sosialisasinya. Buku-buku favorit guru, seringkali menjadi favorit anak. Hal ini disebabkan kisah itu lebih dekat dengan anak atau dikarenakan asosiasi positifnya dengan guru. Anak-anak sering mempengaruhi satu sama lain dalam memilih buku. Jenis bacaan sastra yang menjadi faforit saat itu; judul, pengarang maupun topiknya akan menjadi bahan pembicaraan di kelas Rekomendasi kawan sebaya, sangat penting untuk anak-anak kelas tengahan (kelas 3 – 4) dalam memilih buku-buku yang dibaca. Sedangkan anak kelas 5 – 6 sudah relatif jujur dalam memilih buku-buku yang dibacanya. Piaget memberikan pemahaman tentang perkembangan intelektual anak. Salah satu gagasan penting yang dikemukakan Piaget adalah bahwa perkembangan intelegensi merupakan hasil interaksi dari lingkungan dan kematangan anak. Temuan Piaget menyebutkan ada perbedaan tahapan dalam perkembangan berpikir logis. Semua anak mengalami tahapan intelektual ini secara sama, dengan kemajuan yang sama tetapi tidak mesti pada umur yang sama. Setiap tahapan berhubungan dengan tahapan berikutnya karena struktur berpikir baru sedang dikembangkan.
Beberapa pengarang mengatakan bahwa tahapan ini berkaitan dengan perkembangan fisik dan otak. Kalau hubungan antara perkembangan otak dan perkembangan kognitif belum ditlaah sepenuhnya, sangat menarik untuk melihat bahwa perkembangan usia berhubungan secara kasar dengan perkembangan kognitif yang dideskripsikan Piaget. Menurut Piaget, periode Sensorimotor merupakan periode awal perkembangan kognisi yang ditandai oleh bayi belajar untuk berjalan sekitar umur 2 tahun. Anak belajar selama periode ini melalui pengkoordinasian persepsi sensori dan kegiatan motorik. Pada usia 1,5 – 2 tahun anak senang dengan berbagai macam tindakan atau rima permainan. Mereka sedikit sekali memperhatikan kata-kata.
Anak pada periode praoperasional (2 – 7 tahun) belajar menyatakan dunianya secara simbolik melalui bahasa, permainan, dan gambar. Berpikirnya masih egosentris dan didasarkan pada persepsi dan pengalaman langsung. Pada usia ini anak sudah mampu mengembangkan rangkaian cerita. Anak  sudah mampu memahami struktur cerita rakyat berdasarkan hubungan tiga peristiwa dengan tanjakan laku (rising action). Anak sudah mampu mengantisipasi klimaks cerita.
Karakteristik perkembangan kognitif anak praoperasional ini adalah kecenderungan meningkatkan perkembangan bahasa dan pembentukan konsep. Pada tahap ini anak sudah melakukan proses asimilasi, yakni anak mengasimilasi apa yang mereka dengar, lihat, dan rasakan dengan menerima konsep baru ke dalam skema yang telah dia miliki. Pada masa ini juga terjadi masa akomodasi.
Pada periode operasi kongkret (7 – 11 tahun), tanggapan anak terhadap sastra berubah. Karakteristiknya ditandai oleh pikiran yang fleksibel. Anak-anak sudah mampu melihat struktur sebuah buku, misalnya kisah dalam kisah, alur sorot balik, dan mampu mengidentifikasi berbagai sudut pandang cerita. Periode terakhir adalah operasi formal (11 tahun ke atas), yakni anak sudah mampu berpikir abstrak, bernalar dari hipotesis ke simpulan logis. Mereka dapat menangkap rangkaian alur atau subalur dalam rangkaian pikirannya.

2.5 Karakteristik Puisi Anak Dan Jenisnya
Menyeleksi puisi anak-anak terutama untuk bahan ajar merupakan salah satu tugas guru yang tidak mudah. Seorang guru harus mempertimbangkan minat dan kebutuhan anak-anak, pengalaman anak sebelumnya berkaitan dengan puisi dan tipe-tipe puisi yang menarik bagi mereka (Huck, 1987:390). Puisi dapat diibaratkan nyanyian tanpa notasi. Puisi merupakan karya sastra yang paling imajinatif dan mendalam mengenai alam sekitar dan diri sendiri termasuk hubungan manusia dan Tuhan yang Maha Kuasa. Puisi memiliki irama yang indah, ringkas dan tepat menyentuh perasaan dan juga sangat menyenangkan. Penyair memilih setiap kata dengan hati-hati sehingga menimbulkan dampak segala yang dikatakannya dan yang menjadoi maksudnya menakjubkan pembaca atau pendengar (Sawyer dan Comer dalam Zuchdi, 1997:32)

a.    Karakteristik Puisi Anak

Istilah puisi anak-anak memiliki dua pengertian yaitu (1) puisi yang ditulis oleh orang dewasa untuk anak-anak dan (2) puisi yang ditulis oleh anak-anak untuk konsumsi mereka sendiri. Tampaknya dari dua pengertian itu tidak menjadi masalah apakah puisi tersebut ditulis oleh orang dewasa atau bukan ataukah oleh anak-anak sendiri, selama puisi tersebut bertutur kepada mereka tentang alam kehidupannya dalam bahasa puisi (Huck, 1987:396).
Pada dasarnya puisi anak dan orang dewasa hanya sedikit perbedaannya. Hal utama yang membedakannya adalah dari segi bahasa, tema dan ungkapan gejolak emosi yang digambarkan. Puisi anak dilihat dari dunia citraannya digambarkan dalam things dan sign yang sesuai dengan dunia pengalaman anak. Jika dicermati keduanya memiliki implikasi persfektif dan pengungkapan terhadap dunia anak dengan cukup tajam. Orang dewasa cenderung memandang dan menyikapi dunia anak secara normative-evaluatif daripada anak-anak sendiri yang lebih deskriptif –objektif dalam mengungkapkan diri mereka sendiri.
Pada dasarnya puisi anak memiliki karakteristik antara lain (1) bahasanya sederhana, (2) bentuknya naratif, (3) berisi dimensi kehidupan yang bermakna dan dekat dengan dunia anak, dan (4) mengandung unsur bahasa yang indah dengan panduan bunyi pilihan kata dan satuan-satuan makna.
Puisi untuk anak- anak berbeda sedikit saja dengan puisi orang dewasa, kecuali dalam hal memberikan ulasan pada dimensi kehidupan yang yang memiliki nilai kebermaknaan itu tampaknya ada yang bersifat universal dan kontekstual .Di negeri empat musim seperti di negara Eropa – Amerika, pengertian empat dalam setahunnya itu memiliki nilai kebermaknaan dalam kehidupan mereka sehari – hari. Peristiwa salju turun, serta perbedaan musim panas dan dingin dapat mengajak emosi serta dapat merangsang imajinasi indrawi mereka. Huck tahun 1987 menggambarkan Winter and Summer seperti berikut ini:
WINTER AND SUMMER
The winter
is an ice cream treat,
all frosty white and cold to eat,
But summer
is lemonade
off yellow sun and straw cool shade
/musim dingin/ adalah es krim yang menyenangkan/ semua putih membeku dan dingin/ tetapi musim panas/ adalah limun/ mentari menguning serta naungan jerami yang menyejukkan//
Contoh puisi di atas penggunaan citraan digunakan secara intens. Hal ini terkait dengan perkembangan kognitif anak, yang pada awalnya sangat didominasi oleh kemampuan sensori motoriknya. Dengan citraan nostril (bau) misalnya, pengalaman anak-anak dapat dibangkitkan. Begitu juga dengan penggunaan citraan yang bersifat taktil (rabaan), anditif, dan visual. Khususnya mengenai citraan nostril atau bau ini, jika dihubungkan dengan bau favorit anak-anak, hal itu akan mempertajam persepsi mereka terhadap puisi yang dibaca. Misalnya; bau tanah sehabis hujan, bau jerami kering, atau roti panggang yang panas.
Penggunaan kiasaan sastra dan metafora haruslah dibatasi pada pengalaman anak-anak secara kongkret. Hal-hal yang dimetaforakan pun berjenjang dari lingkungan terdekat (familier) sampai yang terjauh/abstrak atau unfamiliar. Tentang siapa pengarang puisi untuk anak-anak tidak perlu dipersoalkan benar, misalnya apakah dari penyair-penyair dewasa yang suah dikenal, daripada penyair biasa saja, atau bahkan dari anak-anak sendiri. Yang menjadi persyaratan adalah puisi tersebut bertutur kepada anak-anak dalam bahasa puisi, dan dari segi isi puisi tersebut harus mengungkapkan kehidupan mereka.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik puisi untuk anak-anak adalah bahwa a) bahasa yang digunakan harus sederhana, b) bentuknya naratif, c) berisi demensi kehidupan yang bermakna dan dekat dengan dunia anak,
d) mengandung unsur bahasa yang indah dengan paduan bunyi pilihan kata, satuan-satuan makna.

b.    Jenis Puisi untuk Anak-anak

Dalam konteks puisi untuk anak-anak, Huck (1987:406-412) merekomendasikan adanya enam tipe/bentuk puisi untuk anak-anak yaitu; (1) balada, (2) puisi naratif, (3) liris (lyrical), (4) limerik, (5) sajak bebas (free verse), dan (6) puisi kongret. Sementara Stewig (1980) menambahkan jenis cinquain dan akrostik dalam daftar jenis puisi di atas.
Anak-anak ternyata lebih tertarik terhadap gagasan suatu puisi daripada mengetahui berbagai macam tipe/bentuk puisi. Meskipun demikian, guru perlu memperkenalkan kepada anak-anak tentang berbagai macam tipe/bentuk puisi untuk kemudian mencatat reaksi mereka.
Pemahaman serta apresiasi terhadap berbagai tipe/bentuk puisi akan tubuh secara beransur-ansur. Dan untuk itu langkah-langkah perkenalan perlu dilakukan sejak dini.

1.    Balada

Balada merupakan puisi naratif yang telah diadaptasikan untuk nyanyian atau yang memberikan efek terhadap lagu. Karakteristik balada seringkali menggunakan repetisi, rima, dan ritme yang ditandai serta refrain yang kembali saat balada dinyanyikan. Balada biasanya berkaitan dengan perbuatan heroik dan mencakup kisah pembunuhan, cerita yang tak terbalas, perseteruan serta tragedi.
Dikaitkan dengan puisi balada untuk anak-anak salah satu alternatif yang dapat dipilih adalah:
1)      menyeleksi puisi-puisi balada yang diciptakan oleh penyair;
2)      menyeleksi lagu-lagu balada yang telah ada selama ini;
3)      memanfaatkan puisi-puisi balada.
Khusus untuk dua butir pertama seleksi didasarkan atas kesesuaiannya dengan kehidupan anak-anak, serta kebermaknaan bagi mereka.

2.    Sajak/Puisi Naratif

Puisi naratif merupakan salah satu bentuk puisi (anak-anak) yang menceritakan suatu kejadian khusus atau episode cerita yang panjang. Jenisnya dapat berupa lirik, soneta, atau ditulis dalam bentuk sajak bebas, tetapi persyaratannya harus dipenuhi, yakni harus menceritakan kisah/cerita tertentu yang sebenarnya tidak ada ceritanya.
Di Amerika Serikat, puisi naratif klasik yang digemari oleh anak-anak adalah kisah Santa Claus, atau Sinterklas. Tokoh ini digambarkan ke luar malam- malam menjelang natal untuk membagi-bagi hadiah kepada anak-anak. Puisi naratif lain yang disenangi anak-anak (Amerika) usia di bawah tujuh tahun adalah cerita binatang. Anak-anak usia tujuh/delapan tahun menggemari puisi naratif yang mengisahkan raja-raja yang memiliki sifat pemarah, puisi-puisi lucu, pada usia yang lebih lanjut, anak-anak menyukai kisah tragis/kisah sedih dan anak-anak pertengahan (middle –graders) menyukai cerita mengerikan (Huck, 1987:408).

3.    Liris/Lyrical

Puisi jenis ini biasanya bersifat pribadi/deskriptif tanpa ditetapkan panjangnya atau strukturnya kecuali pada unsur melodinya. Resmini (2013:11) mengemukakan batasan lirik sebagai karya sastra yang berisikan curahan perasaan pribadi, yang mengutamakan lukisan perasaannnya. Satu hal yang mencolok pada liris/lirik adalah kebernyanyian atau singingness kata-katanya, sehingga anak- anak merasa senang. Pada puisi liris/lirik orkestrasi bunyi sangat dominan.

4.    Limerik

Puisi limerik merupakan sajak lima baris dengan baris pertama dan keduanya berimaan (rhyming), baris ketiga dan keempat bersifat persetujuan (agreeing), dan baris kelima biasanya berisi pengakhiran (ending). Pada ending biasanya dinyatakan dengan kejutan atau humor, … usually ending in a surprise or humoris statement (Huck, 1987:409). Puisi jenis ini juga ditandai oleh adanya nada humor, keganjilan dan keanehan pengucapan. Anak-anak pada usia tingkat pertengahan sudah dapat menikmati puisi limerik, hal ini disebabkan oleh kemampuan berpikir mereka yang sudah pada tingkat berpikir simbolis dan abstrak.
5.    Sajak Bebas (Free Verse) dan Akrostik
Sajak bebas tidaklah memiliki rima tetapi untuk bentuk puitiknya bergantung pada ritme. Sehubungan dengan hal tersebut, Rusyana (1982:67) menyatakan bahwa sajak bebas merupakan sajak tanpa pola matra dan panjang larik, tak terikat pada konvensi struktur, dan pokok isi disusun berdasarkan irama alamiah.
Puisi akrostik merupakan puisi yang sudah dikenal anak terutama siswa jenjang sekolah dasar. Puisi ini merupakan jenis puisi yang sangat mudah dipahami dan ditulis oleh anak terutama karena prosedur penulisannya. Puisi Akrostik ditulis dengan cara mengembangkan larik-larik dalam puisi melalui pengembangan huruf yang tersusun ke bawah membentuk sebuah kata.

6.    Cinquain

Jenis puisi lain yang cukup sederhana adalah puisi cinquain. Jenis puisi  ini cocok digunakan sebagai bahan pengajaran puisi di sekolah dasar. Seperti halnya puisi jenis haiku, puisi cinquain juga puisi yang didasarkan pada jumlah suku kata yang diajarkan kepada siswa secara prosedural melalui tahapan-tahapan. Mulai dari bagian awal puisi sampai pada bagian akhir puisi digunakan larik dengan jumlah suku kata tertentu. Puisi ini diawali dengan dua suku kata pada larik pertama, empat suku kata larik kedua, enam suku kata pada larik ketiga, delapan suku kata pada larik keempat dan dua suku kata pada larik terakhir seperti pada puisi Huck tahun 1987 berikut.
First Sign
I see…
The pale snowdrop, Bravely seeking the sun.
Be gone winter winds: stay away- It’s spring.
Tetapi karena jumlah suku kata pada bahasa Inggris dan bahasa Indonesia berbeda maka puisi jenis ini lebih tepat menggunakan hasil adaptasi Jennie T. Dearmin dengan pola/prosedur: (l) baris pertama - satu kata yang digunakan sebagai judul, (2) baris kedua – dua kata yang menggambarkan judul, (3) baris ketiga – tiga kata yang mengekspresikan action/gerak yang berkaitan dengan judul, (4) baris keempat – empat kata yang mengekspresikan perasaan berkaitan judul dan (5) baris kelima – sinonim atau kata lain dari judul sebagaimana terlihat dalam contoh berikut.
MAWAR
Harum semerbak
Kuncup, mekar, mengembang Kuingin memetikmu wahai mawar Puspaku

c.    Pengajaran Apresiasi Puisi sebagai Suatu Kegiatan Reseptif dan Ekspresif

Pada dasarnya puisi anak-anak dan puisi orang dewasa hanya sedikit perbedaannya. Hal utama yang membedakan adalah dari segi bahasa, tema dan ungkapan gejolah emosi yang digambarkan. Puisi anak dilihat dari dunia citraannya digambarkan dalam things (gambaran sesuatu) dan sign yang sesuai dengan pengalaman anak.
Dalam proses pemahaman bacaan sastra untuk anak-anak sekolah dasar dikenal tiga jenis cara atau teknik yaitu: (1) teknik bottom up, (2) teknik top down, dan (3) model interaktif. Dari ketiga teknik tersebut yang cocok digunakan untuk memahami puisi anak adalah model interaktif yaitu pemahaman sebagai hasil dekoding dan dengan menghubungkan skema isi yang dimiliki. Berikut ini adalah contoh puisi yang cocok untuk anak sekolah dasar jenjang kelas akhir yang akan diapresiasi dengan menggunakan model interaktif di atas.
LEBAH DAN MAWAR
Adalah seekor lebah
Terbang ke mawar dan sembah
zum, zum, zum, zum Hai bunga tolong beri aku
Sedikit dari madumu!
zum, zum, zum, zum Lebah silahkan duduk
Tampaknya malu, ia tunduk
zum, zum, zum, zum zum, zum, zum, zum
Kembang itu baik peri Manisan lalu diberikan
zum, zum, zum, zum zum, zum, zum, zum zum, zum, zum, zum
Lebah mengambil manisan Lalu berpantun hiasan
Hai bidadari puteri Sekarang kumohon diri
zum, zum, zum, zum zum, zum, zum, zum
(A. E. Wiranata)
Dalam proses pemahaman puisi di atas, bisa digunakan teknik model interaktif yaitu pemahaman melalui proses dekoding dan penghubungan skemata. Puisi anak-anak diciptakan melalui penggambaran things dan sign. Karena itu dalam proses pemahamannyapun tidak terlepaskan dari gambaran dari kedua hal di atas. Puisi anak-anak yang awalnya disajikan pada anak sebagai fungsi instrumental dan tidak diajakan sebagaimana sastra itu sendiri. Begitupun dengan puisi, bila anak ingin mengungkapkan sesuatu, yang ada pertama kali dalam benaknya adalah gambaran sesuatu (things) baru kemudian hadir interpretasi dalam berbagai macam alternatif. Penafsiran puisi yang diberikan anak akan sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka karena yang awal diinterpretasi adalah tanda bukan bendanya.
Sign dalam puisi yang merupakan print out atau sistem tanda harus ditafsirkan sehingga hadir interpretasi. Dalam menginterpretasi ini pemahaman anak ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan atau skemata isi yang dimilikinya (Prior Knowledge). Proses membaca puisi ditandai oleh formulasi hipotesis menyangkut pengertian-pengertian dalam bacaan disertai proses pemahaman kata-kata atau system tanda lain dalam bacaan. Anak mengawali proses interpretasi puisinya dengan membaca tanda berupa kata (lebah, mawar, madu, dan seterusnya) yang membawa ana berkelana menyusuri skemata isi yang dimilikinya. Untuk memformulasi hipotesis makna puisi “Lebah dan Mawar” ini anak harus mengungkit pengalaman dan pengetahuannya tentang bunga mawar dan binatang lebah yang selalu menghisap madu. Dengan demikian anak akan mengakumulasikan rasa ingin tahu dan gambaran menemukan jawaban tentang makna puisi itu melalui internalisasi yang mengacu pada gambaran makna dalam bacaan dan vicarious experience anak sehingga gambaran makna puisi itu tertemukan.
Berdasarkan uraian di atas, dalam proses pemahaman puisinya, anak menggunakan vicarious experience tentang kehidupan lebah dan mawar serta hubungan kedua things tersebut sehingga dengan mengacu pada skemata isi yang telah dimiliki dan readiness tertentu yang dikompakkan kepada anak sehubungan dengan hal-hal yang bisa menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibrium) seperti terlihat pada kata-kata peri, bidadari, puteri, dan bunyi zum, zum, zum, zum, maka diharapkan puisi itu dapat difahami anak. Jadi, isi penafsiran itu harus sesuai dengan dunia vicarious anak mulai dari sign dan penghayatan tings-nya melalui perbandingan secara langsung dan dengan merefleksikan sesuatu tentang mawar dan lebah tersebut yang tersembunyi dalam simbol-simbol.
Bertolak dari uraian di atas, maka proses membaca puisi diawali oleh penyiapan skemata dalam hubungan timbal balik tentang lebah dan mawar tadi dengan perhatian pada print out sebagai system tanda. Dalam batas yang sulit ditetapkan, terjadi proses pemaknaan ditandai oleh terdapatnya rekognisi makna kata, kalimat, atau satuan paparan yang dapat dianalogikan sebagai kalimat seperti terlihat pada bait pertama,
Adalah seekor lebah
Terbang ke mawar dan sembah
zum, zum, zum, zum
dan penghubungan butir-butir pengertian baik secara restropektif yang mengacu pada pemahaman satuan pengertian sebelumnya maupun secara prospektif yang mengacu pada kemungkinan satuan pengertian lanjut yang mungkin dibuahkan. Penghubungan ini terlihat dalam bait 1 dan 2, bait 2 dan 3, dan seterusnya, sehingga terlihat kohesi dan koherensinya. Proses tersebut membuahkan dan diarahkan oleh pemahaman informasi grafofonis. Pemahaman informasi grafofonis itu sendiri berkaitan dengan proses inferensi, rekontruksi butir-butir pengertian dari setiap bait yang secara tentatif membuahkan totalitas pemahaman sebagaimana terbentuk dalam komprehensi. Secara simultan proses di atas idealnya disertai dengan persepsi yang menyangkut gambaran elemen-elemen puisi anak-anak yaitu ritme, rima dan bunyi, imajeri, bahasa figuratif, dan lain- lain.
Tanggapan alamiah anak terhadap ritme sebuah puisi memiliki jenis musik tersendiri yang biasanya sangat ditanggapi oleh anak. Kebiasaan anak memukul- mukul meja, menendang sesuatu, melantunkan kata-kata seperti bernyanyi merupakan bagian dari irama kehidupan sehari-hari anak. Adanya persamaan bunyi akhir setiap bait dan pengulangan kata “zum” menghadirkan ritme yang menarik bagi anak untuk menirukannya. Dengan demikian pelibatan dunia anak dalam “dunia dalam bacaan” membangkitkan lintasan memori anak akan sesuatu. Aspek rima dan bunyi dalam puisi ini terlihat dari pengulangan dan susunan bunyi zum, juga menambah interes anak.
Imajeri puisi ini bagi anak juga menarik karena betul-betul mengacu pada pengalaman tanggapan inderawi anak terhadap diksi yang ada sehingga memudahkan anak untuk memahami puisi tersebut. Bahasa figuratif puisi anak memberika image baru pada anak. Hal ini dapat dilihat dalam bait ketiga sampai kelima melalui pengkontrasan keberadaan lebah dan mawar. Bentuk puisi untuk anak secara umum merupakan bentuk prosa.
Pengajaran apresiasi secara ekspresif dapat mengarahkan siswa pada kegiatan pengungkapan ide, gagasan, dan perasaannya lewat pilihan kata yang tepat. Pada implementasinya di kelas siswa dapat diarahkan untuk memulai penulisan puisinya melalui penyusunan kata menjadi bentuk cinquain, haiku, alitostik, dan yang lainnya sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal.

2.6 Perbedaan Bacaan Sastra Anak Usia Kelas Rendah Dan Kelas Tinggi
Secara ideal bacaan sastra anak-anak yang diperuntukkan bagi anak-anak sekolah dasar kelas menengah dan kelas akhir adalah berbeda. Di sekolah dasar, pemilihan jenis bacaan cerita dibedakan menjadi tiga yaitu, di kelas 1 – 2 dominan diberikan bentuk cerita bergambar, di kelas 3 – 4 diberikan puisi, sastra tradisional dan cerita fantasi, dan di kelas 5 – 6 diberikan puisi dan bentuk cerita realistik kontemporer, kesejarahan dan biografi, serta cerita fiksi keilmuan.
Hal di atas tentu saja disesuaikan dengan tingkat readiness anak dan sesuai dengan tingkat perkembangan minat dan struktur kognisi serta perkembangan bahasa mereka. Berdasarkan psikologi kognitif, tingkat perkembangan kognitif anak usia sekolah dasar jenjang kelas menengah dan akhir berada pada tingkat operasi kongkret, anak sudah memiliki kemampuan (1) menghubungkan dan membandingkan pengalaman kongkret yang diperoleh dengan kenyataan baru yang dihadapi, (2) mengadakan pembedaan dan pemilahan, (3) menangkap dan menyusun pengertian-pengertian tertentu berdasarkan gambaran kongkretnya, (4) menandai ciri gambaran kenyataan secara aspectual, dan membuat hubungan resiprokal berdasar vicarious experience.
Pada tahap ini, anak belum mampu menangkap dan menghubungkan gagasan yang bersifat abstrak, dan belum mampu memahami makna simbolis, motif, dan tema. Mereka baru bisa menghubungkan dan membandingkan gambaran kisah yang terceritakan dalam bacaan secara imajinatif dengan kisah yang ditemukannya dalam realita. Pada tahap ini, anak usia SD jenjang elas menengah harus diberikan bacaan yang isi ceritanya tidak terlalu menonjolkan rumitnya sistem simbolik yang harus dihubungkan dengan pikirannya.
Tema cerita tidak terlalu jauh dari dunia kehidupan anak misalnya, cerita yang bertemakan keluarga sudah bisa dikonsumsikan pada mereka namun sesuai dengan keberadaan mereka pada tahap operasi kongkret mereka akan kebingungan bila disodori bacaan sastra bertema keluarga dengan topik perceraian. Paling tidak bacaan bisa dipilih tentang bermain, memelihara ayam atau tentang rekreasi yang sudah biasa dijalaninya.
Pada tahap operasi formal yaitu anak-anak yang berada di jenjang kelas akhir sudah mampu (1) membentuk pengertian melalui penyusunan konsepsi secara logis dan sistematis, (2) menghubungkan satuan-satuan pengertian secara spekulatif guna membentuk pemahaman secara komprehensif, (3) mengambil kesimpulan secara tentative berdasarkan spekulasi hubungan resiprokal, penolakan, dan penerimaan isi pertanyaan dan bentuk-bentuk hubungan secara korelatif. Dengan demikian mereka sudah mampu mengkonsumsi bacaan yang lebih tinggi bahkan mampu membaca bacaan yang diperuntukkan bagi orang dewasa walaupun dalam proses pemahamannnya terjadi proses asimilasi dan akomodasi yang mengakibatkan ketidak seimbangan antara isi bacaaan dan hasil apresiasi. Untuk konsumsi mereka guru sudah bisa memberikan bacaaan sastra yang berisi tentang terjadinya sesuatu (kota, pendewaan, dan lain-lain), cerita tentang kepahlawanan yang dihubungkan dengan cita-cita pribadinya, cerita petualangan, dan lain-lain.
Dari segi bahasa, bacaan yang dikonsumsikan untuk kelas menengah jelas berbeda dengan bahasa sastra yang diperuntukkan bagi siswa jenjang kelas akhir. Dari tingkat kesulitan kata-kata yang disesuaikan dengan penguasaan yang dimiliki oleh kedua jenjang tersebut. Di kelas awal, kata-kata yang digunakan mengacu pada kenyataan kongkret yang dekat dengan dunia anak. Pemakaian kalimat hendaknya digunakan kalimat yang pendek-pendek dan bentuk karangan bacaannya hendaknya juga berupa karangan pendek. Sdangkan untuk jenjang kelas akhir, bahasa dalam bacaan sastra lebih maju kearah penggunaan kata-kata yang lebih sulit. Untuk jenjang kelas akhir ini anak sudah lebih mampu  memahami kalimat-kalimat yang efektif dan majemuk, sehingga bentuk prosanyapun sudah berupa karangan yang panjang.
Minat terhadap bacaan sastra ditentukan oleh empati yang tumbuh pada diri anak sebagai pembaca yang secara spikologis ditandai oleh terdapatnya kehendak dan adanya proses kognisi, emosi dan intuisi, serta ditentukan oleh pengalaman dunia anak dihubungkan dengan gambaran dunia pengalaman dalam bacaan. Empati ini akhirnya akan menumbuhkan rasa simpati terhadap sesuatu yang dibaca yang mendorong anak untuk melangsungkan proses penemuan dan pengolahan makna guna memenuhi rasa ingin tahu dan memperkaya perolehan pemahamannya. Minat anak SD jenjang kelas menengah biasanya mengarah pada bentuk cerita fantasi dan cerita-cerita rakyat atau tradisional. Sedangkan jenjang kelas akhir lebih menyukai cerita realistik, kesejarahan, cerita ilmiah dan biografi.


  
BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Berdasarkan pemaparan materi di atas dapat disimpulkan bahwa,
1.      Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-anak.
2.      Manfaat sastra anak yaitu manfaat yang dikandung sebuah karya sastra lewat unsur intrinsik di dalamnya yakni; (1) memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan bagi anak-anak, (2) mengembangkan imajinasi anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, kehidupan, pengalaman atau gagasan dengan berbagai cara, (3) memberikan pengalaman baru yang seolah dirasakan dan dialaminya sendiri, (4) mengembangkan wawasan kehidupan anak menjadi perilaku kemanusiaan, (5) menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap pengalaman universal dan (6) meneruskan warisan sastra. Selain nilai instrinsik di atas, sastra anak juga bernilai ekstrinsik yang bermanfaat untuk perkembangan anak terutama dalam hal (1) perkembangan bahasa, (2) perkembangan kognitif, (3) perkembangan kepribadian, dan (4) perkembangan sosial.
3.      Variasi tema dalam sastra anak-anak yaitu cerita realistik sebagai salah satu jenis sastra anak-anak merupakan cerita yang sarat dengan isi yang mengarahkan pada proses pemahaman dan pengenalan di atas. Isi yang dimaksud tergambar dalam inti pokok tema-tema cerita yang diungkap.
4.      Minat dan faktor respon anak terhadap bacaan sastra adalah seorang anak mempunyai respon atau tanggapan yang berbeda-beda terhadap sastra. Dalam menanggapi sebuah bacaan sastra yang didengar atau dibacanya, masing-masing anak mempunyai cara tersendiri dalam mengungkapkan kesenangan, pikiran, dan perasaannya. Setiap tanggapan terhadap sastra memang bersifat personal dan khas untuk masing-masing anak, namun demikian setiap tanggapan itu dapat merefleksikan umur dan pengalamannya.
5.      Karakteristik puisi untuk anak-anak adalah bahwa a) bahasa yang digunakan harus sederhana, b) bentuknya naratif, c) berisi demensi kehidupan yang bermakna dan dekat dengan dunia anak, d) mengandung unsur bahasa yang indah dengan paduan bunyi pilihan kata, satuan-satuan makna. Jenis puisi anak yaitu (1) balada, (2) puisi naratif, (3) liris (lyrical), (4) limerik, (5) sajak bebas (free verse), dan (6) puisi kongret. Sementara Stewig (1980) menambahkan jenis cinquain dan akrostik dalam daftar jenis puisi di atas.
6.      Perbedaan bacaan anak usia kelas rendan dan kelas tinggi dipengaruhi oleh tingkat readiness anak dan sesuai dengan tingkat perkembangan minat dan struktur kognisi serta perkembangan bahasa mereka. tingkat readiness anak dan sesuai dengan tingkat perkembangan minat dan struktur kognisi serta perkembangan bahasa mereka.

3.2  Saran
Sebagai calon pendidik hendaknya kita mengetahui apresiasi sastra anak, agar nantinya kita dapat mengajarkan anak untuk mengepresiasi sebuah sastra yang sesuai dengan umur mereka dengan baik, sehingga kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan tujuan pembelajaran yang diharapkan bisa dicapai dengan maksimal.


DAFTAR PUSTAKA

Huck, Charlotte S. 1987. Children Literature in the Elementary School. NewYork:Holt Rinehart.
Resmini. 2013. Sastra Anak dan Pengajarannya. Tersedia pada http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196711031993032 NOVI_RESMINI/SASTRA_ANAK_DAN_PENGAJARANNYA.pdf. Diakses pada tanggal 27 September 2018.
Rusyana, Yus. 1982. Metode Pembelajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang.
Zuchdi , Darmiati dan Budiasih. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.