TUGAS MATA
KULIAH
KETERAMPILAN BERBAHASA DAN SASTRA INDONESIA
“Sastra Anak Puisi”
OLEH:
1. Kadek Dwi Intan Agustini (1611031009/ 03)
2. Siti Miftahul Jannah (1611031029/ 13)
Kelompok
XI
Kelas
A/ Semester V
JURUSAN PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2018
PRAKATA
Om
Swastyastu,
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena berkat rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Dalam
penyelesaian makalah ini kami mendapat banyak bantuan baik bantuan moral maupun
bantuan secara material dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan
ini kami sampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah banyak berpartisipasi dalam pembuatan makalah
ini.
Makalah
yang kami buat ini merupakan
sebuah tugas mata kuliah Keterampilan Berbahasa dan Sastra Indonesia. Bagi kami
makalah ini merupakan makalah
yang sangat sederhana, maka dari itu kami sadari bahwa makalah ini sudah
barang tentu jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan dalam
penyusunan maupun isinya. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik, serta masukan dan konstruktif yang bersifat positif demi
kesempurnaan makalah ini.
Om
Santih, Santih, Santih Om.
Singaraja,
28 September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah......................................................................................... 1
1.3
Tujuan Penulisan........................................................................................... 2
1.4
Manfaat Penulisan........................................................................................ 2
BAB
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sastra Anak................................................................................. 3
2.2
Manfaat Sastra Anak ................................................................................... 3
2.3 Variasi tema dalam sastra anak-anak............................................................ 4
2.4 Minat dan faktor penentu repons
anak-anak terhada bacaan sastra............. 5
2.5 Karakteristik puisi anak dan jenisnya........................................................... 8
2.6 Perbedaan bacaan sastra anak usia kelas
rendah dan kelas tinggi................ 17
BAB
III. PENUTUP
3.1
Simpulan....................................................................................................... 20
3.2
Saran............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pengajaran sastra di sekolah dasar (SD) diarahkan terutama
pada proses pemberian pengalaman bersastra. Siswa diajak untuk mengenal bentuk
dan isi sebuah karya sastra melalui kegiatan mengenal dan mengakrabi cipta sastra
sehingga tumbuh pemahaman dan sikap menghargai cipta sastra sebagai suatu karya
yang indah dan bermakna.
Karya sastra anak yang merupakan jenis bacaan cerita
anak-anak merupakan bentuk karya sastra yang ditulis untuk konsumsi anak-anak.
Sebagaimana karya sastra pada umumnya, bacaan sastra anak-anak merupakan hasil
kreasi imajinatif yang mampu menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman
dan pengalaman keindahan tertentu.
Anak usia SD pada jenjang kelas menengah dan akhir sebagai
pembaca sastra telah mampu menghubungkan dunia pengalamannya dengan dunia
rekaan yang tergambarkan dalam cerita. Hubungan interaktif antara pengalaman
dengan pengetahuan kebahasaan merupakan kunci awal dalam memahami dan menikmati
bacaan cerita anak-anak. Bacaan tersebut ditinjau dari cara penulisan, bahasa,
dan isinya juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan readiness anak.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis dapat menyusun rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa
itu sastra anak-anak?
2. Bagaimanakah
manfaat sastra anak-anak?
3. Apa
sajakah variasi tema dalam sastra anak-anak?
4. Bagaimanakah
minat dan faktor penentu repons anak-anak terhada bacaan sastra?
5. Bagaimanakah
karakteristik puisi anak dan jenisnya?
6. Apa
saja perbedaan bacaan sastra anak usia kelas rendah dan kelas tinggi?
1.3
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian
sastra anak
2. Untuk
mengetahui manfaat sastra anak
3. Untuk
mengetahui variasi tema dalam sastra anak-anak
4. Untuk
mengetahui minat dan faktor penentu repons anak-anak terhada bacaan sastra
5. Untuk
mengetahui karakteristik puisi anak dan jenisnya
6. Untuk
mengetahui perbedaan bacaan sastra anak usia kelas rendah dan kelas tinggi
1.4
Manfaat
Penulisan
Makalah
ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keterampilab Berbahasa dan
Sastra Indonesia dan juga untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan apresiasi sastra anak-anak yaitu puisi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sastra
Anak-Anak
Secara konseptual, sastra anak-anak tidak jauh berbeda
dengan sastra orang dewasa (adult
literacy). Keduanya sama berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan
dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan. Yang membedakannya
hanyalah dalam hal fokus pemberian gambaran kehidupan yang bermakna bagi anak
yang diurai dalam karya tersebut. Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk
kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan
pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang dewasa
ataupun anak-anak. Apakah sastra anak
merupakan sastra yang ditulis oleh
orang dewasa yang ditujukan untuk anak-anak atau sastra yang ditulis
anak-anak untuk kalangan mereka sendiri tidaklah perlu dipersoalkan. Huck
(1987) mengemukakan bahwa siapapun yang menulis sastra anak-anak tidak perlu
dipermasalahkan asalkan dalam penggambarannya ditekankan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi
mereka. Sastra anak-anak adalah sastra yang
mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan
anak-anak (Resmini, 2013:2). Namun demikian, dalam kenyataannya, nilai
kebermaknaan bagi anak-anak itu terkadang dilihat dan diukur dari perspektif
orang dewasa.
2.2 Manfaat Sastra Anak-Anak
Sebagai sebuah karya, sastra anak-anak menjanjikan
sesuatu bagi pembacanya yaitu nilai
yang terkandung di dalamnya yang dikemas secara intrinsik maupun ekstrinsik.
Oleh karena itu, kedudukan sastra anak menjadi penting bagi perkembangan
anak. Sebuah karya dengan penggunaan bahasa yang efektif akan membuahkan
pengalaman estetik bagi anak. Penggunaan bahasa yang imajinatif dapat
menghasilkan responsi-responsi intelektual dan emosional dimana anak akan
merasakan dan menghayati peran tokoh dan konflik
yang ditimbulkannya, juga membantu
mereka menghayati keindahan, keajaiban, kelucuan, kesedihan dan ketidakadilan.
Anak-anak akan merasakan bagaimana memikul penderitaan dan mengambil resiko, juga akan ditantang untuk memimpikan
berbagai mimpi serta merenungkan dan
mengemukakan berbagai masalah mengenai dirinya sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya
(Huck, 1987).
Pengalaman bersastra di atas akan diperoleh anak dari manfaat yang
dikandung sebuah karya sastra lewat unsur intrinsik di dalamnya yakni; (1)
memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan bagi anak-anak, (2)
mengembangkan imajinasi anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan
memikirkan alam, kehidupan, pengalaman atau gagasan dengan berbagai cara, (3)
memberikan pengalaman baru yang seolah dirasakan dan dialaminya sendiri, (4)
mengembangkan wawasan kehidupan anak menjadi perilaku kemanusiaan, (5)
menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap pengalaman universal dan (6)
meneruskan warisan sastra.
Selain nilai instrinsik di atas, sastra anak juga bernilai ekstrinsik yang bermanfaat
untuk perkembangan anak terutama dalam hal (1) perkembangan bahasa, (2)
perkembangan kognitif, (3) perkembangan kepribadian, dan (4) perkembangan
sosial. Sastra yang terwujud untuk
anak-anak selain ditujukan untuk mengembangkan imajinasi, fantasi dan daya
kognisi yang akan mengarahkan anak pada pemunculan daya kreativitas juga bertujuan mengarahkan anak pada
pemahaman yang baik tentang alam dan lingkungan serta pengenalan pada perasaan
dan pikiran tentang diri sendiri maupun orang
lain.
2.3 Variasi Tema Dalam Sastra Anak-Anak
Sastra anak-anak yang
menunjukkan kepada anak sebagian kecil dunianya merupakan satu alat bagi anak untuk memahami dunia kecil
yang belum diketahuinya. Sastra anak dapat dijadikan sebagi alat untuk
memperoleh gambaran dan kekuatan dalam memandang dan merasakan serta menghadapi
realitas kehidupan; dalam menghadapi dirinya dan semua yang ada di luar dirinya. Dunia anak-anak yang berkisar antara masa kanak-kanak yang tumbuh menuju ke
masa remaja, diantara keluarga dan teman sebaya yang penuh dengan pengalaman
pribadi membawa warna baru dalam dunia sastra anak-anak khususnya pada cerita
realistik.
Cerita realistik sebagai salah satu jenis sastra
anak-anak merupakan cerita yang sarat dengan isi yang mengarahkan pada proses
pemahaman dan pengenalan di atas. Isi yang dimaksud tergambar dalam inti pokok
tema-tema cerita yang diungkap. Tema-tema tersebut dapat dibagi dalam beberapa
jenis; tema keluarga, hidup dengan orang lain (berteman dan penerimaan oleh
teman bermain), tumbuh dewasa, mengatasi masalah-masalah manusiawi dan hidup
dalam masyarakat majemuk yang memuat perbedaan individu dan kelompok.
Masalah keluarga merupakan tema yang sangat dekat dengan
kehidupan anak. Dalam keluarga, pribadi anak dilatih, mereka tumbuh seiring
dengan pemahamannya akan cinta dan benci, takut dan berani, serta suka dan
sedih. Cerita yang memusatkan pada hubungan keluarga yang hangat, terbuka, dan
tanpa rasa marah akan membantu anak memahami dirinya.Banyak anak yang khawatir
dengan “penerimaan” (acceptance) ini.
Tetapi melalui kegiatan membaca atau menyimak cerita dengan tema di atas mereka
akan menjadi lebih baik.
2.4 Minat Dan
Faktor Penentu Respon Anak Terhadap Bacaan Sastra
Seorang anak mempunyai respon atau tanggapan yang
berbeda-beda terhadap sastra. Dalam menanggapi sebuah bacaan sastra yang
didengar atau dibacanya, masing-masing anak mempunyai cara tersendiri dalam
mengungkapkan kesenangan, pikiran, dan perasaannya. Setiap tanggapan terhadap
sastra memang bersifat personal dan khas untuk masing-masing anak, namun
demikian setiap tanggapan itu dapat merefleksikan umur dan pengalamannya.
Anak umur 5 tahun seringkali melibatkan diri secara
total dalam sebuah sastra. Anak umur 7 – 8 tahun dapat menunjukkan kemampuannya
untuk berbagi temuan terhadap cerita yang didengar/dibacanya. Anak umur 9 –10
tahun sudah memiliki kesenangan tertentu terhadap cerita, misalnya dalam
memilih tokoh yang disenangi ataupun
tidak disenangi ataupun dalam memilih buku yang akan dibacanya. Sedangkan anak
umur 11 – 12 tahun sudah berhasil menggeneralisasi tema yang diambil dari
sebuah cerita dan dapat mendiskusikan tujuan pengarang. Hal ini menunjukkan
bahwa anak yang lebih dewasa dapat menangkap ide-ide cerita yang abstrak.Uraian
tentang tanggapan anak-anak terhadap sastra di atas dapat memberi petunjuk
kepada guru dan pustakawan dalam memilih dan menyediakan buku-buku bacaan bagi anak.
Istilah “tanggapan” terhadap karya sastra memiliki
makna yang beragam. “Tanggapan” dapat mengacu pada apa yang terjadi di akal
budi pembaca atau pendengar ketika kisahan/cerita itu tidak bisa ditangkap.
“Tanggapan” dapat pula mengacu pada sesuatu yang dikatakan atau dilakukan
sesuai dengan pikiran dan perasaan tentang sastra. Guru atau pustakawan yang
memprediksi bahwa sebuah buku akan membawa tanggapan yang bagus, menggunakan
istilah “tanggapan” yang sedikit berbeda dengan penjelasan di atas. Menurut
guru dan pustakawan, tanggapan menekankan pada tingkat interes atau minat anak
dan ekspresi kesukaan-kesukaannya.
Kebanyakan penelitian tentang anak dan sastra
difokuskan pada bidang tanggapan ketiga di atas, yakni untuk menemukan bahan
membaca apa yang disukai dan yang tidak disukai anak. Minat dan kesukaan anak
masih merupakan perhatian utama guru, pustakawan, orang tua, penerbit, dan toko
buku. Setiap orang yang memilih buku-buku anak dapat melakukan dengan baik dengan
mengetahui buku-buku mana yang mungkin cepat menarik perhatian anak-anak dan
yang mana yang cepat diperkenalkan atau meningkatkan minat baca mereka.
Lingkungan dan pengaruh sosial juga mempengaruhi
pilihan buku anak dan minat bacanya.
Minat tidak tampak bervariasi karena pengaruh lokasi geografis yang sangat
kuat, tetapi pengaruh lingkungan langsung yakni tersedianya dan kelancarannya
bahan-bahan bacaan di rumah, di kelas, pustaka sekolah, dan pustaka umum sangat
kuat mempengaruhi variasi minat anak.
Anak- anak yang di kelasnya sering membicarakan buku, bermain dengan buku,
memiliki interes yang lebih banyak daripada yang
kurang/tidak pernah membicarakan buku. Perlu dicatat di sini bahwa
pengaruh ini menyangkut kontak dengan buku dan seberapa banyak sosialisasinya.
Buku-buku favorit guru, seringkali menjadi favorit anak. Hal ini disebabkan
kisah itu lebih dekat dengan anak atau dikarenakan asosiasi positifnya dengan
guru. Anak-anak sering mempengaruhi satu sama
lain dalam memilih buku. Jenis bacaan sastra yang menjadi faforit saat
itu; judul, pengarang maupun topiknya akan menjadi bahan pembicaraan di kelas Rekomendasi kawan sebaya, sangat
penting untuk anak-anak kelas tengahan (kelas 3 – 4) dalam memilih buku-buku
yang dibaca. Sedangkan anak kelas 5 – 6 sudah relatif jujur dalam memilih
buku-buku yang dibacanya. Piaget memberikan pemahaman tentang perkembangan
intelektual anak. Salah satu gagasan penting yang dikemukakan Piaget adalah
bahwa perkembangan intelegensi merupakan hasil interaksi dari lingkungan dan
kematangan anak. Temuan Piaget menyebutkan ada perbedaan tahapan dalam
perkembangan berpikir logis. Semua anak mengalami
tahapan intelektual ini secara sama, dengan kemajuan yang sama tetapi tidak
mesti pada umur yang sama. Setiap tahapan
berhubungan dengan tahapan berikutnya karena struktur berpikir baru sedang dikembangkan.
Beberapa pengarang mengatakan bahwa tahapan ini
berkaitan dengan perkembangan fisik dan
otak. Kalau hubungan antara
perkembangan otak dan perkembangan kognitif belum ditlaah sepenuhnya, sangat
menarik untuk melihat bahwa perkembangan usia berhubungan secara kasar dengan
perkembangan kognitif yang dideskripsikan Piaget.
Menurut Piaget, periode Sensorimotor merupakan periode awal perkembangan
kognisi yang ditandai oleh bayi belajar untuk berjalan sekitar umur 2 tahun.
Anak belajar selama periode ini melalui pengkoordinasian persepsi sensori dan
kegiatan motorik. Pada usia 1,5 – 2 tahun anak senang dengan berbagai macam
tindakan atau rima permainan. Mereka sedikit sekali memperhatikan kata-kata.
Anak pada periode praoperasional (2 – 7 tahun)
belajar menyatakan dunianya secara simbolik melalui bahasa, permainan, dan
gambar. Berpikirnya masih egosentris dan didasarkan pada persepsi dan
pengalaman langsung. Pada usia ini anak sudah mampu
mengembangkan rangkaian cerita. Anak sudah mampu memahami struktur cerita
rakyat berdasarkan hubungan tiga peristiwa dengan tanjakan laku (rising action). Anak sudah mampu
mengantisipasi klimaks cerita.
Karakteristik perkembangan kognitif anak praoperasional
ini adalah kecenderungan meningkatkan perkembangan bahasa dan pembentukan
konsep. Pada tahap ini anak sudah melakukan proses asimilasi, yakni anak
mengasimilasi apa yang mereka dengar, lihat, dan rasakan dengan menerima konsep
baru ke dalam skema yang telah dia miliki. Pada masa ini juga terjadi masa
akomodasi.
Pada periode operasi kongkret (7 – 11 tahun),
tanggapan anak terhadap sastra berubah. Karakteristiknya ditandai oleh pikiran
yang fleksibel. Anak-anak sudah mampu melihat
struktur sebuah buku, misalnya kisah dalam kisah, alur sorot balik, dan mampu mengidentifikasi berbagai sudut
pandang cerita. Periode terakhir
adalah operasi formal (11 tahun ke atas), yakni anak sudah mampu berpikir
abstrak, bernalar dari hipotesis ke simpulan logis. Mereka dapat menangkap
rangkaian alur atau subalur dalam rangkaian
pikirannya.
2.5 Karakteristik Puisi Anak Dan Jenisnya
Menyeleksi puisi anak-anak terutama untuk bahan ajar
merupakan salah satu tugas guru yang tidak mudah. Seorang guru harus
mempertimbangkan minat dan kebutuhan
anak-anak, pengalaman anak sebelumnya berkaitan dengan puisi dan tipe-tipe
puisi yang menarik bagi mereka (Huck, 1987:390). Puisi dapat diibaratkan
nyanyian tanpa notasi. Puisi merupakan karya sastra yang paling imajinatif dan mendalam mengenai alam sekitar dan
diri sendiri termasuk hubungan manusia dan Tuhan yang Maha Kuasa. Puisi
memiliki irama yang indah, ringkas
dan tepat menyentuh perasaan dan juga sangat menyenangkan. Penyair memilih
setiap kata dengan hati-hati sehingga menimbulkan dampak segala yang
dikatakannya dan yang menjadoi maksudnya menakjubkan pembaca atau pendengar
(Sawyer dan Comer dalam Zuchdi, 1997:32)
a. Karakteristik Puisi Anak
Istilah puisi anak-anak memiliki dua pengertian yaitu
(1) puisi yang ditulis oleh orang dewasa untuk anak-anak dan (2) puisi yang
ditulis oleh anak-anak untuk konsumsi mereka sendiri. Tampaknya dari dua
pengertian itu tidak menjadi masalah apakah puisi tersebut ditulis oleh orang
dewasa atau bukan ataukah oleh anak-anak sendiri, selama puisi tersebut
bertutur kepada mereka tentang alam kehidupannya dalam bahasa puisi (Huck,
1987:396).
Pada dasarnya puisi anak dan orang dewasa hanya
sedikit perbedaannya. Hal utama yang membedakannya
adalah dari segi bahasa, tema dan ungkapan gejolak emosi yang digambarkan.
Puisi anak dilihat dari dunia citraannya digambarkan dalam things dan sign yang
sesuai dengan dunia pengalaman anak. Jika dicermati keduanya memiliki implikasi
persfektif dan pengungkapan terhadap dunia anak dengan cukup tajam. Orang dewasa cenderung memandang dan menyikapi dunia anak secara normative-evaluatif
daripada anak-anak sendiri yang lebih deskriptif –objektif dalam mengungkapkan
diri mereka sendiri.
Pada dasarnya puisi anak memiliki karakteristik antara
lain (1) bahasanya sederhana, (2) bentuknya naratif, (3) berisi dimensi
kehidupan yang bermakna dan dekat dengan dunia anak, dan (4) mengandung unsur bahasa
yang indah dengan panduan bunyi pilihan kata dan satuan-satuan makna.
Puisi untuk anak- anak berbeda sedikit saja dengan
puisi orang dewasa, kecuali dalam hal memberikan ulasan pada dimensi kehidupan
yang yang memiliki nilai kebermaknaan itu tampaknya ada yang bersifat universal
dan kontekstual .Di negeri empat musim seperti di negara
Eropa – Amerika, pengertian empat dalam setahunnya itu memiliki nilai
kebermaknaan dalam kehidupan mereka sehari – hari. Peristiwa salju turun, serta
perbedaan musim panas dan dingin dapat mengajak emosi serta dapat merangsang
imajinasi indrawi mereka. Huck tahun 1987 menggambarkan Winter and Summer seperti berikut
ini:
WINTER AND SUMMER
The winter
is an ice cream treat,
all frosty white and cold to eat,
But summer
is lemonade
off yellow sun and straw cool shade
/musim dingin/ adalah es krim yang menyenangkan/ semua putih membeku dan
dingin/ tetapi musim panas/ adalah limun/ mentari menguning serta naungan
jerami yang menyejukkan//
Contoh puisi di atas penggunaan citraan digunakan secara
intens. Hal ini terkait dengan perkembangan kognitif anak, yang pada awalnya sangat didominasi oleh
kemampuan sensori motoriknya. Dengan citraan nostril (bau) misalnya, pengalaman anak-anak dapat dibangkitkan.
Begitu juga dengan penggunaan
citraan yang bersifat taktil
(rabaan), anditif, dan visual. Khususnya mengenai
citraan nostril atau bau ini, jika dihubungkan dengan bau favorit anak-anak,
hal itu akan mempertajam persepsi mereka terhadap puisi yang dibaca. Misalnya;
bau tanah sehabis hujan, bau jerami kering, atau roti panggang yang panas.
Penggunaan kiasaan sastra dan metafora haruslah dibatasi
pada pengalaman anak-anak secara kongkret. Hal-hal yang dimetaforakan pun
berjenjang dari lingkungan terdekat (familier)
sampai yang terjauh/abstrak atau unfamiliar.
Tentang siapa pengarang puisi untuk anak-anak tidak perlu dipersoalkan benar,
misalnya apakah dari penyair-penyair dewasa yang suah dikenal, daripada penyair
biasa saja, atau bahkan dari anak-anak sendiri. Yang menjadi persyaratan adalah
puisi tersebut bertutur kepada anak-anak dalam bahasa puisi, dan dari segi isi
puisi tersebut harus mengungkapkan kehidupan mereka.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik puisi untuk anak-anak adalah bahwa a) bahasa yang digunakan harus
sederhana, b) bentuknya naratif, c) berisi demensi kehidupan yang bermakna dan
dekat dengan dunia anak,
d) mengandung unsur bahasa yang indah dengan paduan bunyi pilihan kata,
satuan-satuan makna.
b. Jenis Puisi untuk Anak-anak
Dalam konteks puisi untuk anak-anak, Huck
(1987:406-412) merekomendasikan adanya enam tipe/bentuk puisi untuk anak-anak
yaitu; (1) balada, (2) puisi naratif, (3) liris (lyrical), (4) limerik, (5) sajak bebas (free verse), dan (6) puisi kongret. Sementara Stewig (1980)
menambahkan jenis cinquain dan akrostik dalam daftar jenis puisi di atas.
Anak-anak ternyata lebih tertarik terhadap gagasan suatu
puisi daripada mengetahui berbagai macam tipe/bentuk puisi. Meskipun demikian,
guru perlu memperkenalkan kepada anak-anak tentang berbagai macam tipe/bentuk
puisi untuk kemudian mencatat reaksi mereka.
Pemahaman serta apresiasi terhadap berbagai tipe/bentuk puisi akan tubuh
secara beransur-ansur. Dan untuk itu langkah-langkah perkenalan perlu dilakukan
sejak dini.
1. Balada
Balada merupakan puisi naratif yang telah
diadaptasikan untuk nyanyian atau yang memberikan efek terhadap lagu.
Karakteristik balada seringkali menggunakan repetisi, rima, dan ritme yang
ditandai serta refrain yang kembali saat balada dinyanyikan. Balada biasanya
berkaitan dengan perbuatan heroik dan mencakup kisah pembunuhan, cerita yang
tak terbalas, perseteruan serta tragedi.
Dikaitkan dengan puisi balada untuk anak-anak salah satu alternatif yang
dapat dipilih adalah:
1) menyeleksi
puisi-puisi balada yang diciptakan oleh penyair;
2) menyeleksi
lagu-lagu balada yang telah ada selama ini;
3) memanfaatkan
puisi-puisi balada.
Khusus untuk dua butir pertama seleksi didasarkan atas
kesesuaiannya dengan kehidupan anak-anak, serta kebermaknaan bagi mereka.
2. Sajak/Puisi Naratif
Puisi naratif merupakan salah satu bentuk puisi
(anak-anak) yang menceritakan suatu kejadian khusus atau episode cerita yang
panjang. Jenisnya dapat berupa lirik, soneta, atau ditulis dalam bentuk sajak
bebas, tetapi persyaratannya harus dipenuhi, yakni harus menceritakan
kisah/cerita tertentu yang sebenarnya tidak ada ceritanya.
Di Amerika Serikat, puisi naratif klasik yang digemari
oleh anak-anak adalah kisah Santa Claus, atau Sinterklas. Tokoh ini digambarkan
ke luar malam- malam menjelang natal untuk membagi-bagi hadiah kepada
anak-anak. Puisi naratif lain yang disenangi anak-anak (Amerika) usia di bawah
tujuh tahun adalah cerita binatang. Anak-anak usia tujuh/delapan tahun
menggemari puisi naratif yang mengisahkan raja-raja yang memiliki sifat
pemarah, puisi-puisi lucu, pada usia yang lebih lanjut, anak-anak menyukai
kisah tragis/kisah sedih dan anak-anak pertengahan (middle –graders) menyukai cerita mengerikan (Huck, 1987:408).
3. Liris/Lyrical
Puisi jenis ini biasanya bersifat pribadi/deskriptif
tanpa ditetapkan panjangnya atau strukturnya kecuali pada unsur melodinya. Resmini
(2013:11) mengemukakan batasan lirik sebagai karya sastra yang berisikan
curahan perasaan pribadi, yang mengutamakan lukisan perasaannnya. Satu hal yang
mencolok pada liris/lirik adalah kebernyanyian atau singingness kata-katanya, sehingga anak- anak merasa senang. Pada
puisi liris/lirik orkestrasi bunyi sangat dominan.
4. Limerik
Puisi limerik merupakan sajak lima baris dengan baris pertama dan keduanya berimaan (rhyming), baris ketiga dan keempat
bersifat persetujuan (agreeing), dan
baris kelima biasanya berisi pengakhiran (ending).
Pada ending biasanya dinyatakan
dengan kejutan atau humor, … usually
ending in a surprise or humoris statement (Huck, 1987:409). Puisi jenis ini
juga ditandai oleh adanya nada humor, keganjilan dan keanehan pengucapan. Anak-anak pada usia tingkat
pertengahan sudah dapat menikmati puisi limerik, hal ini disebabkan oleh
kemampuan berpikir mereka yang sudah pada tingkat berpikir simbolis dan
abstrak.
5. Sajak Bebas (Free Verse) dan Akrostik
Sajak bebas tidaklah memiliki rima tetapi untuk bentuk
puitiknya bergantung pada ritme. Sehubungan dengan hal tersebut, Rusyana (1982:67)
menyatakan bahwa sajak bebas merupakan sajak tanpa pola matra dan panjang larik,
tak terikat pada konvensi struktur, dan pokok isi disusun berdasarkan irama
alamiah.
Puisi akrostik merupakan puisi yang sudah dikenal anak
terutama siswa jenjang sekolah dasar. Puisi ini merupakan jenis puisi yang
sangat mudah dipahami dan ditulis oleh anak terutama karena prosedur
penulisannya. Puisi Akrostik ditulis dengan cara mengembangkan larik-larik
dalam puisi melalui pengembangan huruf yang tersusun ke bawah membentuk sebuah
kata.
6. Cinquain
Jenis puisi lain yang cukup sederhana adalah puisi cinquain. Jenis puisi ini cocok digunakan sebagai bahan pengajaran
puisi di sekolah dasar. Seperti halnya puisi jenis haiku, puisi cinquain juga puisi yang didasarkan pada jumlah
suku kata yang diajarkan kepada
siswa secara prosedural melalui tahapan-tahapan. Mulai dari bagian awal puisi
sampai pada bagian akhir puisi digunakan larik dengan jumlah suku kata
tertentu. Puisi ini diawali dengan dua suku kata pada larik pertama,
empat suku kata larik kedua, enam suku kata pada larik ketiga,
delapan suku kata pada larik keempat dan dua suku kata pada larik terakhir seperti
pada puisi Huck tahun 1987 berikut.
First Sign
I see…
The pale snowdrop, Bravely seeking the sun.
Be gone winter winds: stay away- It’s spring.
Tetapi karena jumlah suku kata pada bahasa Inggris dan bahasa Indonesia
berbeda maka puisi jenis ini lebih tepat menggunakan hasil adaptasi Jennie T.
Dearmin dengan pola/prosedur: (l) baris
pertama - satu kata yang digunakan sebagai judul, (2) baris kedua – dua kata yang menggambarkan judul, (3) baris ketiga
– tiga kata yang mengekspresikan
action/gerak yang berkaitan dengan judul, (4) baris keempat – empat kata yang mengekspresikan perasaan berkaitan judul dan (5) baris
kelima – sinonim atau kata lain dari
judul sebagaimana terlihat dalam contoh berikut.
MAWAR
Harum semerbak
Kuncup, mekar,
mengembang Kuingin memetikmu wahai mawar Puspaku
c. Pengajaran Apresiasi Puisi sebagai Suatu Kegiatan Reseptif
dan Ekspresif
Pada dasarnya puisi anak-anak dan puisi orang dewasa
hanya sedikit perbedaannya. Hal utama yang membedakan adalah dari segi bahasa,
tema dan ungkapan gejolah emosi yang digambarkan. Puisi anak dilihat dari dunia
citraannya digambarkan dalam things (gambaran
sesuatu) dan sign yang sesuai dengan
pengalaman anak.
Dalam proses pemahaman bacaan sastra untuk anak-anak
sekolah dasar dikenal tiga jenis cara atau teknik yaitu: (1) teknik bottom up, (2) teknik top down, dan (3) model interaktif. Dari
ketiga teknik tersebut yang cocok digunakan untuk memahami puisi anak adalah
model interaktif yaitu pemahaman sebagai hasil dekoding dan dengan
menghubungkan skema isi yang dimiliki. Berikut ini adalah contoh puisi yang
cocok untuk anak sekolah dasar jenjang kelas akhir yang akan diapresiasi dengan
menggunakan model interaktif di atas.
LEBAH DAN MAWAR
Adalah
seekor lebah
Terbang ke
mawar dan sembah
zum, zum, zum, zum Hai bunga tolong beri aku
Sedikit dari madumu!
zum, zum, zum, zum Lebah silahkan duduk
Tampaknya
malu, ia tunduk
zum, zum, zum,
zum zum, zum, zum, zum
Kembang itu
baik peri Manisan lalu diberikan
zum, zum, zum,
zum zum, zum, zum, zum zum, zum, zum, zum
Lebah
mengambil manisan Lalu berpantun hiasan
Hai bidadari
puteri Sekarang kumohon diri
zum, zum, zum,
zum zum, zum, zum, zum
(A. E.
Wiranata)
Dalam proses pemahaman puisi di atas, bisa digunakan
teknik model interaktif yaitu pemahaman melalui proses dekoding dan
penghubungan skemata. Puisi anak-anak diciptakan melalui penggambaran things
dan sign. Karena itu dalam proses pemahamannyapun tidak terlepaskan dari
gambaran dari kedua hal di atas. Puisi anak-anak yang awalnya disajikan pada anak sebagai fungsi instrumental dan
tidak diajakan sebagaimana sastra itu sendiri. Begitupun dengan puisi, bila
anak ingin mengungkapkan sesuatu, yang ada
pertama kali dalam benaknya adalah gambaran sesuatu (things) baru kemudian hadir interpretasi
dalam berbagai macam alternatif. Penafsiran puisi yang diberikan anak akan sesuai dengan pengalaman dan
pengetahuan mereka karena yang awal
diinterpretasi adalah tanda bukan bendanya.
Sign dalam
puisi yang merupakan print out atau
sistem tanda harus ditafsirkan sehingga hadir interpretasi. Dalam
menginterpretasi ini pemahaman anak ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan
atau skemata isi yang dimilikinya (Prior
Knowledge). Proses membaca puisi ditandai oleh formulasi hipotesis
menyangkut pengertian-pengertian dalam bacaan disertai proses pemahaman
kata-kata atau system tanda lain dalam bacaan. Anak mengawali proses
interpretasi puisinya dengan membaca tanda berupa kata (lebah, mawar, madu, dan
seterusnya) yang membawa ana berkelana menyusuri skemata isi yang dimilikinya.
Untuk memformulasi hipotesis makna puisi “Lebah dan Mawar” ini anak harus
mengungkit pengalaman dan pengetahuannya tentang bunga mawar dan binatang lebah
yang selalu menghisap madu. Dengan demikian anak akan mengakumulasikan rasa
ingin tahu dan gambaran menemukan jawaban tentang makna puisi itu melalui
internalisasi yang mengacu pada gambaran makna dalam bacaan dan vicarious experience anak sehingga
gambaran makna puisi itu tertemukan.
Berdasarkan uraian di atas, dalam proses pemahaman
puisinya, anak menggunakan vicarious
experience tentang kehidupan lebah dan mawar serta hubungan kedua things tersebut sehingga dengan mengacu
pada skemata isi yang telah dimiliki dan readiness
tertentu yang dikompakkan kepada anak sehubungan dengan hal-hal yang bisa
menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibrium)
seperti terlihat pada kata-kata peri,
bidadari, puteri, dan bunyi zum, zum,
zum, zum, maka diharapkan puisi itu dapat difahami anak. Jadi, isi
penafsiran itu harus sesuai dengan dunia vicarious anak mulai dari sign dan penghayatan tings-nya melalui perbandingan secara
langsung dan dengan merefleksikan sesuatu tentang mawar dan lebah tersebut yang
tersembunyi dalam simbol-simbol.
Bertolak dari uraian di atas, maka proses membaca puisi
diawali oleh penyiapan skemata dalam hubungan timbal balik tentang lebah dan
mawar tadi dengan perhatian pada print
out sebagai system tanda. Dalam batas yang sulit ditetapkan, terjadi proses
pemaknaan ditandai oleh terdapatnya rekognisi makna kata, kalimat, atau satuan
paparan yang dapat dianalogikan sebagai kalimat seperti terlihat pada bait
pertama,
Adalah
seekor lebah
Terbang ke
mawar dan sembah
zum, zum,
zum, zum
dan penghubungan butir-butir pengertian baik secara restropektif yang
mengacu pada pemahaman satuan pengertian sebelumnya maupun secara prospektif
yang mengacu pada kemungkinan satuan pengertian lanjut yang mungkin dibuahkan. Penghubungan ini terlihat dalam bait 1 dan 2, bait 2 dan 3, dan seterusnya, sehingga terlihat kohesi dan
koherensinya. Proses tersebut membuahkan dan diarahkan
oleh pemahaman informasi grafofonis. Pemahaman informasi grafofonis itu sendiri
berkaitan dengan proses inferensi, rekontruksi butir-butir pengertian dari
setiap bait yang secara tentatif
membuahkan totalitas pemahaman sebagaimana terbentuk dalam komprehensi. Secara
simultan proses di atas idealnya disertai dengan persepsi yang menyangkut
gambaran elemen-elemen puisi anak-anak yaitu
ritme, rima dan bunyi, imajeri, bahasa figuratif, dan lain- lain.
Tanggapan alamiah anak terhadap ritme sebuah puisi
memiliki jenis musik tersendiri yang biasanya sangat ditanggapi oleh anak.
Kebiasaan anak memukul- mukul meja, menendang sesuatu, melantunkan kata-kata
seperti bernyanyi merupakan bagian dari irama kehidupan sehari-hari anak.
Adanya persamaan bunyi akhir setiap bait dan pengulangan kata “zum”
menghadirkan ritme yang menarik bagi anak untuk menirukannya. Dengan demikian
pelibatan dunia anak dalam “dunia dalam bacaan” membangkitkan lintasan memori
anak akan sesuatu. Aspek rima dan bunyi dalam puisi ini terlihat dari
pengulangan dan susunan bunyi zum, juga menambah interes anak.
Imajeri puisi ini bagi anak juga menarik karena betul-betul
mengacu pada pengalaman tanggapan inderawi anak terhadap diksi yang ada
sehingga memudahkan anak untuk memahami puisi tersebut. Bahasa figuratif puisi
anak memberika image baru pada anak. Hal ini dapat dilihat dalam bait ketiga
sampai kelima melalui pengkontrasan keberadaan lebah dan mawar. Bentuk puisi
untuk anak secara umum merupakan bentuk prosa.
Pengajaran apresiasi secara ekspresif dapat mengarahkan
siswa pada kegiatan pengungkapan ide, gagasan, dan perasaannya lewat pilihan
kata yang tepat. Pada implementasinya di kelas siswa dapat diarahkan untuk
memulai penulisan puisinya melalui penyusunan kata menjadi bentuk cinquain, haiku, alitostik, dan yang lainnya sebagaimana telah dikemukakan
pada bagian awal.
2.6 Perbedaan Bacaan
Sastra Anak Usia Kelas Rendah Dan Kelas Tinggi
Secara ideal bacaan sastra anak-anak yang diperuntukkan
bagi anak-anak sekolah dasar kelas menengah dan kelas akhir adalah berbeda. Di
sekolah dasar, pemilihan jenis bacaan cerita dibedakan menjadi tiga yaitu, di
kelas 1 – 2 dominan diberikan bentuk cerita bergambar, di kelas 3 – 4 diberikan
puisi, sastra tradisional dan cerita fantasi, dan di kelas 5 – 6 diberikan
puisi dan bentuk cerita realistik kontemporer, kesejarahan dan biografi, serta
cerita fiksi keilmuan.
Hal di atas tentu saja disesuaikan dengan tingkat
readiness anak dan sesuai dengan tingkat perkembangan minat dan struktur
kognisi serta perkembangan bahasa mereka. Berdasarkan psikologi kognitif,
tingkat perkembangan kognitif anak usia sekolah dasar jenjang kelas menengah
dan akhir berada pada tingkat operasi kongkret, anak sudah memiliki kemampuan
(1) menghubungkan dan membandingkan pengalaman kongkret yang diperoleh dengan
kenyataan baru yang dihadapi, (2) mengadakan pembedaan dan pemilahan, (3)
menangkap dan menyusun pengertian-pengertian tertentu berdasarkan gambaran
kongkretnya, (4) menandai ciri gambaran kenyataan secara aspectual, dan membuat
hubungan resiprokal berdasar vicarious
experience.
Pada tahap ini, anak belum mampu menangkap dan
menghubungkan gagasan yang bersifat abstrak, dan belum mampu memahami makna
simbolis, motif, dan tema. Mereka baru bisa menghubungkan dan membandingkan
gambaran kisah yang terceritakan dalam bacaan secara imajinatif dengan kisah
yang ditemukannya dalam realita. Pada tahap ini, anak usia SD jenjang elas
menengah harus diberikan bacaan yang isi ceritanya tidak terlalu menonjolkan
rumitnya sistem simbolik yang harus dihubungkan dengan pikirannya.
Tema cerita tidak terlalu jauh dari dunia
kehidupan anak misalnya, cerita yang bertemakan keluarga sudah bisa
dikonsumsikan pada mereka namun sesuai dengan keberadaan mereka pada tahap
operasi kongkret mereka akan kebingungan bila
disodori bacaan sastra bertema keluarga dengan topik perceraian. Paling
tidak bacaan bisa dipilih tentang bermain, memelihara ayam atau tentang
rekreasi yang sudah biasa dijalaninya.
Pada tahap operasi formal yaitu anak-anak yang berada di
jenjang kelas akhir sudah mampu (1) membentuk pengertian melalui penyusunan konsepsi
secara logis dan sistematis, (2) menghubungkan satuan-satuan pengertian secara
spekulatif guna membentuk pemahaman secara komprehensif, (3) mengambil
kesimpulan secara tentative berdasarkan spekulasi hubungan resiprokal,
penolakan, dan penerimaan isi pertanyaan dan bentuk-bentuk hubungan secara
korelatif. Dengan demikian mereka sudah mampu mengkonsumsi bacaan yang lebih
tinggi bahkan mampu membaca bacaan yang diperuntukkan bagi orang dewasa
walaupun dalam proses pemahamannnya terjadi proses asimilasi dan akomodasi yang
mengakibatkan ketidak seimbangan antara isi bacaaan dan hasil apresiasi. Untuk
konsumsi mereka guru sudah bisa memberikan bacaaan sastra yang berisi tentang
terjadinya sesuatu (kota, pendewaan, dan lain-lain), cerita tentang kepahlawanan
yang dihubungkan dengan cita-cita pribadinya, cerita petualangan, dan
lain-lain.
Dari segi bahasa, bacaan yang dikonsumsikan untuk kelas
menengah jelas berbeda dengan bahasa sastra yang
diperuntukkan bagi siswa jenjang kelas akhir. Dari tingkat kesulitan
kata-kata yang disesuaikan dengan
penguasaan yang dimiliki oleh kedua jenjang tersebut. Di kelas awal, kata-kata yang digunakan mengacu pada kenyataan
kongkret yang dekat dengan dunia
anak. Pemakaian kalimat hendaknya digunakan kalimat yang pendek-pendek dan bentuk karangan bacaannya hendaknya juga
berupa karangan pendek. Sdangkan untuk jenjang kelas akhir, bahasa dalam bacaan
sastra lebih maju kearah penggunaan
kata-kata yang lebih sulit. Untuk jenjang kelas akhir ini anak sudah lebih mampu memahami kalimat-kalimat yang efektif dan majemuk, sehingga bentuk
prosanyapun sudah berupa karangan yang panjang.
Minat terhadap bacaan sastra ditentukan oleh empati yang tumbuh pada diri anak sebagai pembaca
yang secara spikologis ditandai oleh terdapatnya kehendak dan adanya proses
kognisi, emosi dan intuisi, serta ditentukan oleh pengalaman dunia anak
dihubungkan dengan gambaran dunia pengalaman dalam bacaan. Empati ini akhirnya
akan menumbuhkan rasa simpati terhadap sesuatu yang dibaca yang mendorong anak untuk melangsungkan
proses penemuan dan pengolahan makna guna memenuhi rasa ingin tahu dan memperkaya perolehan pemahamannya. Minat anak SD
jenjang kelas menengah biasanya mengarah pada bentuk cerita fantasi dan
cerita-cerita rakyat atau tradisional. Sedangkan jenjang kelas akhir lebih
menyukai cerita realistik, kesejarahan, cerita ilmiah dan biografi.
BAB III
PENUTUP
1.
2.
3.
3.1
Simpulan
Berdasarkan pemaparan materi di atas
dapat disimpulkan bahwa,
1.
Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui
pandangan anak-anak.
2.
Manfaat sastra anak yaitu manfaat yang dikandung sebuah
karya sastra lewat unsur intrinsik di dalamnya yakni; (1) memberi kesenangan,
kegembiraan, dan kenikmatan bagi anak-anak, (2) mengembangkan imajinasi anak
dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, kehidupan, pengalaman
atau gagasan dengan berbagai cara, (3) memberikan pengalaman baru yang seolah
dirasakan dan dialaminya sendiri, (4) mengembangkan wawasan kehidupan anak
menjadi perilaku kemanusiaan, (5) menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap
pengalaman universal dan (6) meneruskan warisan sastra. Selain nilai instrinsik
di atas, sastra anak juga bernilai
ekstrinsik yang bermanfaat untuk perkembangan anak terutama dalam hal (1)
perkembangan bahasa, (2) perkembangan kognitif, (3) perkembangan kepribadian,
dan (4) perkembangan sosial.
3.
Variasi tema dalam sastra anak-anak yaitu cerita
realistik sebagai salah satu jenis sastra anak-anak merupakan cerita yang sarat
dengan isi yang mengarahkan pada proses pemahaman dan pengenalan di atas. Isi
yang dimaksud tergambar dalam inti pokok tema-tema cerita yang diungkap.
4.
Minat dan faktor respon anak terhadap bacaan sastra
adalah seorang anak mempunyai respon atau tanggapan yang berbeda-beda terhadap
sastra. Dalam menanggapi sebuah bacaan sastra yang didengar atau dibacanya,
masing-masing anak mempunyai cara tersendiri dalam mengungkapkan kesenangan,
pikiran, dan perasaannya. Setiap tanggapan terhadap sastra memang bersifat personal
dan khas untuk masing-masing anak, namun demikian setiap tanggapan itu dapat
merefleksikan umur dan pengalamannya.
5.
Karakteristik puisi untuk anak-anak adalah bahwa a)
bahasa yang digunakan harus sederhana, b) bentuknya naratif, c) berisi demensi
kehidupan yang bermakna dan dekat dengan dunia anak, d) mengandung unsur bahasa
yang indah dengan paduan bunyi pilihan kata, satuan-satuan makna. Jenis puisi
anak yaitu (1) balada, (2) puisi naratif, (3) liris (lyrical), (4) limerik, (5) sajak bebas (free verse), dan (6) puisi kongret. Sementara Stewig (1980)
menambahkan jenis cinquain dan akrostik dalam daftar jenis puisi di atas.
6.
Perbedaan bacaan anak usia kelas rendan dan kelas
tinggi dipengaruhi oleh tingkat readiness anak dan sesuai dengan tingkat perkembangan
minat dan struktur kognisi serta perkembangan bahasa mereka. tingkat readiness
anak dan sesuai dengan tingkat perkembangan minat dan struktur kognisi serta
perkembangan bahasa mereka.
3.2
Saran
Sebagai calon
pendidik hendaknya kita mengetahui apresiasi sastra anak,
agar nantinya kita
dapat mengajarkan anak untuk mengepresiasi
sebuah sastra yang sesuai dengan umur mereka dengan baik, sehingga kegiatan
pembelajaran lebih bermakna dan tujuan pembelajaran yang diharapkan bisa
dicapai dengan maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Huck,
Charlotte S. 1987. Children Literature in
the Elementary School. NewYork:Holt Rinehart.
Rusyana, Yus. 1982. Metode Pembelajaran Sastra. Bandung:
Gunung Larang.
Zuchdi
, Darmiati dan Budiasih. 1997. Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.